Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada Maret 2017 mencapai 793,78 ribu orang (16,07 persen). Jika dilihat dalam periode setahun (Maret 2016 - Maret 2017), jumlah penduduk miskin berkurang 10,67 ribu orang (0,41 persen).
Selama periode Maret 2016 - Maret 2017, secara absolut penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 1,82 ribu orang (dari 385,22 ribu orang pada Maret 2016 menjadi 387,04 ribu orang pada Maret 2017), sebaliknya di daerah perdesaan penduduk miskin berkurang sebanyak 12,50 ribu orang (dari 419,23 ribu orang pada Maret 2016 menjadi 406,73 ribu orang pada Maret 2017).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 18,20 persen, turun menjadi 17,53 persen pada Maret 2017. Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 15,17 persen pada Maret 2016 menjadi 14,89 persen pada Maret 2017.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Ini terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan. Pada Maret 2017, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 72,92 persen untuk perkotaan dan 75,83 persen untuk perdesaan.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan untuk perkotaan dan perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, cabe rawit, telur ayam ras, mie instan dan bawang merah. Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun pedesaan adalah perumahan, pendidikan, bensin dan listrik.
Pada periode Maret 2016 - Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di perkotaan mengalami kenaikan sementara di perdesaan mengalami penurunan. Untuk perkotaan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dari 3,137 pada Maret 2016 menjadi 3,590 pada Maret 2017. Untuk perdesaan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dari 2,899 pada Maret 2016 menjadi 2,758 pada Maret 2017. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perkotaan cenderung menjauh dari Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk meningkat, sedangkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan cenderung mendekati Garis Kemiskinan. Selanjutnya, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan mengalami kenaikan, yaitu dari 0,780 pada Maret 2016 menjadi 1,060 pada Maret 2017. Untuk pedesaan, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dari 0,769 pada Maret 2016 menjadi 0,679 pada Maret 2017. Dengan meningkatnya P2 berarti kesenjangan diantara penduduk miskin di perkotaan semakin bertambah, dan dengan dengan menurunnya P2 di perdesaan berarti kesenjangan diantara penduduk miskin semakin berkurang.